Momen Saat Jadi Pendengar yang Baik

Mendengar merupakan kemampuan sosial yang sering luput dikuasai atau diperhatikan oleh kebanyakan manusia.

Momen Saat Jadi Pendengar yang Baik

Pada era media sosial seperti sekarang banyak orang ingin selalu menjadi pusat perhatian, membuat peran menjadi pendengar yang baik pun terlupakan.

Menjadi pendengar yang baik manfaatnya tak hanya memberikan rasa nyaman pada lawan bicara,tetapi juga bagi diri sendiri.

"Sebuah kisah itu tidak melulu menjelaskan kehidupan kita, tetapi juga bisa membentuk kehidupan kita," jelas Murray Nossel, Ph.D, penulis buku Powered by Storytelling.

Salah satu hal penting dalam ilmu komunikasi, kata Nossel, adalah mendengarkan orang lain. Hal ini sama pentingnya dengan berbagi cerita sendiri.

Dia mengatakan, percakapan yang Anda lakukan dengan satu teman bisa berbeda dengan percakapan bersama teman lainnya, meskipun Anda membicarakan topik yang sama.

"Setiap interaksi sosial memberikan sesuatu yang baru dan mengejutkan,"imbuhnya.

Menjadi pendengar yang baik, sebut dia, bisa membuat Anda memahami kehidupan teman Anda, nilai yang mereka yakini, dan belajar mengenai apa yang membentuk diri mereka hingga sekarang.

Richard Carlson, penulis buku Don't Sweat Small Stuff, mengungkapkan,kebanyakan orang menyikapi momen percakapan seperti perlombaan sehingga Anda lupa dengan apa yang Anda bicarakan dan tidak memberikan ruang untuk mendengar tanggapan orang lain.

"Kita sering kali melihat komunikasi itu seperti lomba dengan tujuan menumpahkan semua cerita tanpa ada jeda sehingga lupa awal dan akhir tujuan dari percakapan tersebut. Memotong pembicaraan orang lain membuat Anda semakin stres karena Anda tidak memberikan orang itu waktu untuk menjelaskan semuanya hingga selesai. Cobalah untuk diam dan mendengarkan, Anda akan merasakan tekanan itu hilang perlahan dari tubuh Anda," urai Carlson seperti dikutip Inc.

Berikut ini adalah waktu dalam hidup saat Anda harus menjadi pendengar yang baik :

Mendengarkan teman yang tengah menghadapi kesulitan


Teman Anda mengalami kejadian tidak menguntungkan dalam hidupnya, misalnya,dia dipecat dari perusahaan tempat dia bekerja selama bertahun-tahun. Jangan langsung menghakimi.

Nossel menyarankan untuk Anda mendengar semua cerita teman tersebut,rasakan dari nada suara dan ekspresi wajahnya, apakah kejadian ini dipandang baik atau buruk olehnya.

Jadi, misalnya teman Anda justru ingin merencanakan masa menganggurnya nanti diisi dengan melakukan perjalanan yang tidak pernah sempat dia lakukan saat bekerja,maka sebagai teman, berikanlah dukungan dan semangat. Jika waktu dan biaya memungkinkan, maka Anda bisa menawarkan diri untuk menemaninya.

Namun, apabila dia merasa sedih dan kecewa, maka sebagai teman sebaiknya Anda mendengarkan ceritanya serta semangati dia untuk kembali bangkit.

Jangan menginterupsi cerita seseorang yang tengah merasa panik dan sedih. Pasalnya,hal ini justru akan membuat dia merasa bahwa Anda menilainya denganpikiran-pikiran yang negatif.

Berselisih pendapat dengan pasangan


Pertengkaran, selisih pendapat, dan saling diam biasa terjadi dalam sebuah hubungan.

Menurut Joseph Cilona, seorang psikolog klinis berlisensi di Manhattan, New York, Amerika Serikat, pasangan yang sering berargumen itu normal, meskipun lebih sering dari pasangan lain. Tidak ada ukuran pasti mengenai jumlah pertengkaran yang normal untuk pasangan.

"Pertengkaran dan selisih pendapat dalam hubungan merupakan tanda Anda saling peduli," jelas Ramani Durvasula, Ph. D, penulis Should I Stay or ShouldI go, seperti dikutip Glamour.

Pernyataan yang datang dari ekspresi emosional, kata Nossel, tidak selalu mudah untuk dihadapi.

Dia menyarankan, lain waktu Anda memiliki perbedaan pendapat dengan pasangan, cobalah untuk menenangkannya dengan memperlihatkan sikap Anda bersedia mendengarkan.

Berikan perhatian pada pasangan dengan membantunya memecahkan masalah yang dia anggap sebagai konflik.

Nossel mengatakan, jangan berdebat, jangan membuat kondisi makin runcing,dan hindari segala topik yang bisa membuat suasana semakin panas.

Percakapan dengan rekan kerja


Hubungan profesional dan bisnis membutuhkan komunikasi dua arah yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

"Orang merasa lebih produktif ketika mereka merasa berada dalam tujuan yang sama," ungkap Nossel.

Atasan, bawahan, dan sesama rekan kerja bisa berubah menjadi katalisator perubahan positif di ranah kerja.

Nossel merekomendasikan para manager untuk rutin mengadakan meeting dengan tim kerja.

Selain untuk mengetahui perkembangan pekerjaan, manager harus mengetahui mengenai apa yang dialami dan dilalui karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.

"Obrolan santai di dapur kantor dan lift bukanlah percakapan berkualitas.Anda harus meluangkan waktu lebih dari lima menit untuk benar-benar mendengarkan dan memahami kebutuhan serta tantangan kinerja karyawan," pungkasnya.