Cara Mengelola Stres Kerja Seorang Wartawan

Melakukan liputan, mengejar nara sumber, mengolah informasi, dan menuangkan seluruhnya menjadi rangkaian kalimat berupa artikel berita, tidak bisa dibilang pekerjaan mudah. Bahkan, bisa menciptakan tekanan emosional dan beban pikiran.

Cara Mengelola Stres Kerja Seorang Wartawan

Sudah bukan rahasia bahwa jurnalis salah satu pekerjaan dengan tekanan stres tertinggi di dunia.

Tantangan eksternal dan kompetisi internal di ruang redaksi dapat memberatkan pikiran seorang wartawan. Peralihan platform media menjadi daring juga menciptakan budaya kerja yang berbeda.

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2018-2023, Atal Sembiring Depari, mengatakan bahwa wartawan harus pintar beradaptasi dengan semua jenis media.

“Online ini merupakan program yang akan kami laksanakan pada tahun pertama kepemimpinan saya. Wartawan harus beradaptasi dengan semua media, salah satunya media digital. Saat ini dagangan tidak bisa laku jika hanya dengan satu gadget. Media juga begitu, selama ini banyak ulasan, koran bisa mati, televisi 10-20 tahun lagi pindah ke TV streaming,” kata Atal, seperti dinukil situs Koran Jakarta.

Oleh karena itulah, dia optimistis profesi jurnalis tidak akan mati.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Dian Arif Wibisono, Pemimpin Redaksi, Radar Cirebon, perubahan teknologi terus berkembang. Alhasil, konsumsi berita tak lagi hanya dari media cetak, tetapi menjadi daring.

Umumnya, media daring menuntut kecepatan penulisan berita yang pesat. Selain itu, juga harus lihai dalam mencari sudut pandang unik dalam hitungan waktu yang cepat. Lupakan proses kreatif dan ruang mencari inspirasi.

Kondisi yang demikian tak bisa dimungkiri mengakibatkan tingkat stres dan letih berlebihan pada invidu jurnalis.

Katie Hawkins-Gaar, seorang anggota fakultas inovasi digital di The Poynter Institute, dan Ren LaForme, Jurnalis dan Produser Interaktif di The Poynter New University, membimbing jurnalis dengan memberikan pengarahan mendapatkan keseimbangan hidup.

“Kami menyadari saat bekerja dengan jurnalis di Poynter, banyak pihak yang meminta pengajaran topik keseimbangan hidup ini . Banyak orang yang ingin memperbaiki kualitas hidup mereka menjadi lebih baik,” jelas Hawkins-Gaar.

Dia menambahkan bahwa trik ringan seperti berjalan di luar ruangan selama lima menit atau mewarnai sebuah objek dalam pikiran, masih efektif untuk karyawan, terlepas wartawan atau bukan, dalam meredakan tingkat stres.

“Jurnalisme, secara natural adalah pekerjaan dengan stres tinggi. Jadi, kita harus cakap dalam mengurus diri sendiri supaya bisa memberikan kinerja yang optimal,” imbuhnya.

Dia mengatakan, pertemuan kerja, tenggat waktu yang sempit, dan aliran surat elektronik, merupakan sumber stres paling umum pada profesi jurnalis. Lalu, di tambah dengan tuntutan beradaptasi secara konstan pada perkembangan berita, melengkapi beban kerja wartawan.

Tingkat stres yang tinggi, kata dia, banyak terlihat pada wartawan yang telah lama menulis berita di media cetak dan sekarang harus mengikuti arah pemberitaan daring.

“Kami memiliki anggota yang telah bekerja sebagai wartawan selama 30 tahun menulis berita pemerintahan lokal. Lalu, tiba-tiba sekarang mereka juga diminta untuk menulis intisari liputan lewat Twitter dan Facebook,” urai LaForme.

“Mereka bingung dan merasa tidak perlu harus menuliskan berita di media sosial. Mereka juga tak mengerti bagaimana melakukannya,” imbuhnya.

Keseimbangan waktu dan tegas menarik batas antara pekerjaan serta kehidupan pribadi sifatnya sangat penting untuk menjaga seorang wartawan mengalami lelah berkepanjangan.

“Setiap orang berusaha menemukan agar mereka tetap semangat dan antusias,” ungkapnya.

LaForme pun menganjurkan agar setiap wartawan berpikir jernih dengan tidak “kalap” melakukan semuanya dalam satu waktu. Lakukan perubahan secara perlahan. Signifikan dan pasti.

“Anda tak perlu melakukannya seorang diri. Minta bantuan dengan tim kerja. Mereka juga ingin hasil kerja tim berakhir cemerlang. Cara ini lebih baik daripada menghadapi kesulitan sendiri,” sarannya.

Anda yang telah menjabat pada posisi tinggi pun dianjurkan jangan malu untuk bertanya dengan rekan kerja. Sebab, menyimpan beban sendiri bisa berujung pada gangguan kesehatan fisik dan mental.

Doctor Sharon Melnick, seorang pakar pengelola stres dan penulis buku Success Under Stres, percaya bahwa menjalani latihan ringan di kantor bisa menghadirkan perubahan dramatis yang baik untuk kesehatan fisik dan mental.

“Sistem saraf kita yang paling terkena dampak dari kegiatan harian,” sebut Melnick.

Setiap orang memiliki tombol on dan off pada sistem saraf dalam tumbuh.

“Gunakanlah dengan baik agar energi tubuh tersalurkan dengan seimbang dan Anda pun tak perlu stres berlebih meski menyelesaikan pekerjaan dengan tenggat waktu cepat,” pungkasnya.