Munir Said Thalib, nama pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) itu akhirnya diabadikan dalam bentuk pembangunan museum di tempat kelahirannya, di Kota Batu, Jawa Timur. Pada Minggu, 8 Desember kemarin Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa melakukan peletakan batu pertama menandai dimulainya pembangunan museum.
Proses peletakan batu pertama Museum HAM Munir dilakukan tepat pada hari kelahiran sang pejuang. Munir Said Thalib lahir di Malang pada 8 Desember 1965. Dia meninggal dunia di atas pesawat Garuda Indonesia yang membawanya dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004.
Munir Said Thalib adalah aktivis yang bersuara lantang memperjuangkan penegakan HAM sejak masa pemerintahan Orde Baru. Berikut ini biografi sang pejuang yang namanya diabadikan menjadi Museum HAM di Kota Batu, Jawa Timur.
1. Kelahiran dan Jejak Perjuangannya
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Dia adalah satu dari sekian banyak orang yang lantang memperjuangkan hak asasi manusia. Namanya tak bisa dilepaskan dari perjuangan HAM di tanah air. Bahkan sejak zaman Orde Baru yang otoriter di bawah Presiden Soeharto, Munir sudah lantang membela pihak-pihak pencari keadilan.
Sejumlah kasus pelanggaran HAM yang pernah dia tangani antara lain: kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 dan 1998; kasus Tanjung Priok 1984 - 1998; dan penembakan mahasiswa dalam tragedi Semanggi I dan Semanggi II.
2. Keluarga
Munir Said Thalib meninggal dunia dengana meninggalkan seorang istri bernama Suciwati yang dia nikahi pada tahun 1996. Dari pernikahan tersebut, Munir dikaruniai dua orang anak.
Sepeninggal Munir, Suciwati terus berjuang menuntut pemerintah agar mengungkap aktor intelektual pembunuh sang suami.
3. Pendidikan
Munir menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Batu. Dia kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Batu, dan
SMAN 1 Batu. Selepas SMA, Munir kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Semasa kuliah, Munir sudah aktif dalam kegiatan organisasi dengan bergabung menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
4. Karier
Semasa kuliah dan setelah menyelesaian S1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Munir menghabiskan waktunya untuk penegakan HAM. Pada 1996 dia bersama sejumlah aktivis HAM mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang kian melambungkan namanya.
Dia juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial. Kiprahnya terhenti pada 7 September 2004. Dalam penerbangan ke Belanda untuk melanjutkan studi S2, Munir meninggal dunia karena diracun.
5. Kasus Pembunuhan yang Tak Terungkap
Munir banyak memberikan pendampingan pada kasus-kasus pelanggaran HAM. Seperti: Kasus tewasnya aktivis buruh Marsinah pada 1993, kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 dan 1998; kasus Tanjung Priok 1984 - 1998; dan penembakan mahasiswa dalam tragedi Semanggi I dan Semanggi II.
Namun penyelesaian kasus Munir yang terjadi sejak 7 September 2004 hingga kini belum sepenuhnya terungkap. Suciwati Istri Munir dan sejumlah aktivis HAM tak lelah berjuang, menuntut pemerintah agar mengungkap sosok aktor intelektual di balik tewasnya sang aktivis.
6. Museum Perjuangan
Museum HAM Munir didirikan di Batu, Jawa Timur untuk mengenang perjuangan sang aktivis. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menganggarkan dana Rp 10 miliar untuk pembangunan museum. Peletakan batu pertama dilakukan bertepatan dengan hari kelahiran Munir.